Adil kah BBM untuk rakyat kecil ?
Baru-baru ini, pemerintah
Indonesia akan menaikkan harga BBM dengan mengurangi subsidi BBM karena
meningkatnya harga minyak dunia. Hitung-hitungan tentang subsidi BBM pun masih
menjadi perdebatan, ada yang versi pemerintah ada yang versi kaum oposisi. Yang
dimaksud dengan Oposisi yaitu Opposition lazim di bahasa Indonesiakan
menjadi oposisi. Kata itu berasal dari bahasa Latin oppōnere, yang berarti to
set against, menentang, menolak, atau melawan .
Kembali ke topik diatas, mana yang bisa dipercaya? sampai saat ini saya masih percaya pada versi
pemerintah, karena disini pemerintah adalah pelaku langsung. Bukan berarti
pihak oposisi salah, tapi mestinya melakukan counter dengan pengecekan/cross
check data pemerintah dengan yang ada di lapangan. Pemerintah juga harus aktif
memberikan respons atas cross check tersebut. Dengan loop seperti itu, maka
akan diperoleh transparansi, dan kepercayaan rakyat meningkat.
Indonesia sebagai negara
berkembang juga harus mampu menstabilkan perekonomian negara ini. Dimana
perekonomian terjaga dan tidak memberatkan pihak manapun, mengurangi subsidi
BBM memang setidaknya mampu menstabilkan perekonomian bangsa ini. Menurut saya,
yah mungkin juga untuk mengontrol jumlah kendaraan dan mesin-mesin yang
digunakan di negara ini. Maka dari itu semua mari bersatu berjuang untuk keluar
dari masalah ini.
Bila negara ini hancur, maka rakyatnya juga
ikut hancur, bukan begitu? Emosi harus diredam dulu lihat apa yang terjadi
pahami semua, baru bertindak dan bila emosi didahulukan tak ada yang akan
selesei malah akan menjadi parah. Negara ini sudah krisis, antara masyarakat
elite dan bawah tidak ada kekompakan.
Di tengah perekonomian Indonesia
yang sedang maju, mudah untuk melupakan bahwa sebenarnya kita masih memiliki
banyak pekerjaan rumah lain untuk diselesaikan. Masalah kemanusiaan terhadap
etnis dan kelompok minoritas tertentu termasuk menjadi salah satunya. Untuk
Indonesia bisa menjadi negara maju, dibutuhkan partisipasi dari setiap elemen
masyarakat dari berbagai etnis dan golongan yaitu seperti, buruh, guru, pemuka
agama, pengusaha, profesional dan lain - lain. Supaya partisipasi masyarakat
ini didapatkan, dibutuhkan kepercayaan terhadap kompetensi pemerintah untuk
melindungi hak setiap warga negara.
Pemerintah harus memberikan
jaminan, bahwa pemerintah akan melindungi hak setiap warga negaranya tanpa
kecuali. Barulah setelah masyarakat mendapatkan jaminan ‘no one gets left
behind’ atau ‘tidak ada seorang / satu golongan pun, yang akan ditinggalkan /
diabaikan’, barulah semua golongan - golongan yang menjadi sendi dan tulang
punggung pembangunan bangsa ini dapat berpartisipasi penuh dengan harmonis.
Toh, Indonesia adalah negara yang berdiri bukan atas dasar kesatuan etnis,
bahasa daerah, dan agama jadi untuk keberlanjutan Indonesia sendiri di masa
depan, dibutuhkan jaminan dari pemerintah bahwa pemerintah tidak akan pernah
mundur dari memperjuangkan nasib satupun orang Indonesia apapun latar
belakangnya.
Tanpa
jaminan di ataspun pembangunan bangsa dapat tetap dilakukan, kemajuan ekonomi, dan teknologi dapat dicapai
tanpa jaminan keadilan social. Tapi pada waktunya, masyarakat akan yang seperti
ini akan terpecah lagi menjadi golongan borjuis elitis yang apatis dan golongan
proletar yang radikal, konflik sosial akan terjadi lagi. Pada waktu ini
terjadi, kepercayaan asing dan masyarakat kepada pemerintah akan runtuh, dan
kemajuan ekonomi yang semula digembar-gemborkan akan terjungkal kembali ke
level yang mungkin bahkan lebih rendah dari awal perjalanan kita.
Daripada
kemajuan, jika hal ini dibiarkan, chance nya adalah mungkin kita akan malah
mengalami kemunduran setelah periode ini. Jika begitu, apa itu tidak berarti
bahwa kemajuan yang demikian adalah kemajuan yang semu? Dilihat di atas kertas,
pertumbuhan ekonomi sampai 6.5% memang luar biasa dibandingkan dengan negara
seperti Singapura misalnya, yang meramalkan pertumbuhannya hanya sebesar 2.5%.
Momentum pertumbuhan ekonomi yang baik ini akan runtuh jika isu-isu sosial yang
menjadi fondasinya keropos. Pertumbuhan ekonomi selama satu tahun bisa jadi
akan berbalik di tahun-tahun berikutnya, dan selama pondasi keadilan sosial
masih keropos, ancaman kerusuhan dan konflik sosial akan selalu kembali dalam
setiap periode .
Tugas
untuk aparat adalah menjaga kesatuan bangsa, termasuk di dalamnya meredam
konflik sosial antar golongan secara fisik -pergerakan secara nonfisik adalah
tanggung jawab dari kita semua juga dan rasanya bisa disepakati bahwa beberapa
public office yang sifatnya fisik jauh lebih murah harganya dibandingkan nyawa
orang-orang yang tewas di konflik yang sudah lalu. Gedung akan selalu dapat
dibangun kembali, dalam skala yang lebih megah kalau perlu, sebagai seorang
sarjana arsitektur saya yakinkan itu. Di lain pihak, kepercayaan bukanlah sesuatu
yang bisa ‘dibangun’ kembali dengan mudah, dan nyawa manusia bukanlah sesuatu
yang bisa dikembalikan jika sudah diambil. Memang penting menjaga
gedung-gedung, dan pejabat-pejabat yang bisa dikatakan ’simbol’ pemerintahan
yang sedang berdaulat di Indonesia, tapi jangan lupakan rakyat Indonesia yang
terjebak di ‘crossfire’, toh baik demonstran, polisi, pejabat, dan rakyat yang
mungkin terlibat di sini adalah juga rakyat Indonesia.